PETERNAKAN LEBAH TRIGONA PAK KELENGI
Jangan risih atau takut digigit! Lebah ini ukurannya kecil, hanya seukuran pangkal lidi, atau lebih kecil lagi dari itu. Dia mungkin akan terbang mengitarimu atau terjebak di sela-sela rambutmu, tapi dia stingless (tidak menggigit). Namanya lebah trigona.
Pak Kelengi, seorang tamatan sekolah dasar. Ia dan keluarganya tinggal di dusun batu katak. Rumahnya berdiri persis di pinggir sungai bekail. Ketika istrinya sakit cukup parah, pak kelengi berupaya mengobatinya dengan berbagai ramuan di hutan. Salah satu informasi yang ia terima untuk menyembuhkan istrinya adalah dengan menggunakan khasiat madu lebah benben (trigona).
Lebah trigona bersarang dan mengumpulkan madunya di celah bambu yang bolong atau sela-sela kayu yang dapat mereka jadikan sebagai koloni. Lebah jenis ini hidup liar di tengah hutan dengan mengumpulkan nektar aneka tumbuhan.
Awalnya pak kelengi berusaha mengumpulkan sedikit demi sedikit madunya. Trigona tidak pernah memproduksi madu yang banyak seperti lebah hutan yang lebih besar ukuran tubuh dan sarangnya. Oleh karena itu jumlahnya tidak terlalu memadai untuk keperluan pengobatan.
Tidak kehilangan akal, pak kelengi akhirnya mempelajari cara hidup lebah ini, apa yang mereka makan, dan bagaimana mereka hidup berkelompok dalam sarangnya. Riset ala pak kelengi pun menuai hasilnya. Dia mulai merekayasa sebidang ladangnya di hutan untuk beternak trigona. Perladangan seluas kira-kira satu hektar itu ia tanami dengan pohon-pohon yang bunganya secara produktif menjadi sumber makanan lebah. Ia juga menciptakan stup atau sarang-sarang buatan dari kayu sebanyak yang ia perlukan, kemudian melakukan eksperimen pemisahan koloni lebah, sehingga populasi dan sarang lebahnya berkembang. Untuk keperluan pengobatan dan pengembangan lebah, pak kelengi bahkan sempat mengajak istrinya tinggal di ladang dengan membangun sebuah gubuk sederhana.
Inilah kisah pak kelengi yang berakhir dengan bahagia. Peternakan lebahnya berhasil dan berkembang luar biasa. Dia tidak hanya memenuhi keperluan pengobatan dan konsumsi keluarganya, tapi juga mulai memenuhi permintaan pasar madu lebah trigona yang dipercaya tinggi khasiatnya, dan lebih mahal pula harganya.
Pak kelengi digelari secara bergurau oleh masyarakat perlebahan sebagai 'profesor lebah', karena para mahasiswa universitas telah banyak yang melakukan penelitian dan studi ke tempatnya, dan menyelesaikan skripsi mereka dari sana. Sejumlah kegiatan studi banding lembaga pemerintah dan swasta juga memilih peternakan pak kelengi sebagai objeknya. Tidak jarang, si profesor lebah dari dusun batu katak ini juga diundang sebagai nara sumber ke propinsi lain yang ingin mengembangkan peternakan lebah serupa.
Tidak pernah pelit pada ilmunya, pak kelengi selalu meluangkan waktunya untuk berbagi pengalaman kepada para pengunjung. Di rumahnya yang sederhana di dusun batu katak, pak kelengi mengembangkan produknya dengan kemasan yang lebih komersil bermerek 'benben trigona honey', dan pengunjung dapat membelinya sebagai oleh-oleh atau suvenir khas ekowisata batu katak.
Share this Post